Kusala Kampus Akademi Sastra Khatulistiwa Digelar di Universitas Nasional: Sastra, Nalar, dan Kesepakatan Kolaboratif

Kusala Kampus Akademi Sastra Khatulistiwa Digelar di Universitas Nasional: Sastra, Nalar, dan Kesepakatan Kolaboratif

Jakarta, 16 Oktober 2025 — Universitas Nasional (Unas) menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kusala Kampus – Akademi Sastra Khatulistiwa, Kamis (16/10/2025), di Kampus Unas, Pasar Minggu, Jakarta.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Sastra Unas dan Yayasan Richard Oh Kusala Indonesia, sebagai bagian dari rangkaian Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 yang digelar di beberapa kampus di Indonesia.

Sastra Kembali ke Ruang Akademik

Tiga sastrawan pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa hadir dalam kegiatan ini, yakni Hasan Aspahani (Kurator Kusala Sastra Khatulistiwa), Esha Tegar Putra (pemenang kategori puisi), dan Sasti Gotama (pemenang kategori cerpen). Sementara Cicilia Oday, pemenang kategori novel, berhalangan hadir.

Hasan Aspahani menjelaskan bahwa tahun ini Kusala hadir dengan semangat baru dan format yang lebih terbuka.

“Perguruan tinggi adalah elemen penting dalam ekosistem sastra. Di kampus ada pembaca, penulis, akademisi, perpustakaan, dan calon penulis. Karena itu, kami membawa para pemenang Kusala ke kampus-kampus agar semangat literasi tidak berhenti di ruang baca, tetapi hidup dalam dialog dan pengalaman,” ujarnya.

Sastra adalah Latihan Kemanusiaan

Kepala Program Studi Sastra Indonesia Unas, Mahdori, S.S., M.Hum., menegaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang apresiasi sastra, tetapi juga wadah mempertemukan nalar akademik dan nurani kemanusiaan.

“Belajar sastra bukan sekadar membedah teks dan teori, melainkan latihan berpikir, berempati, dan bertanggung jawab terhadap kehidupan. Di tengah dunia yang serba cepat dan instan, sastra menjadi tempat kita berhenti sejenak untuk mendengar suara-suara kecil yang sering diabaikan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mahdori menautkan kegiatan Kusala Kampus dengan warisan pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana (STA), pendiri Universitas Nasional dan pembaharu sastra Indonesia modern.

“STA mengajarkan bahwa bahasa dan sastra adalah fondasi kemajuan bangsa. Melalui sastra, manusia belajar berpikir dan menata perasaannya. Karena itu, kegiatan seperti Kusala Kampus ini memperkuat semangat STA, bahwa universitas harus menjadi rumah bagi kebudayaan dan pikiran merdeka,” tegasnya.

Literasi Adalah Tindakan Kebudayaan

Wakil Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Unas, Uccu Fadillah,S.S., M.Hum, menyampaikan bahwa kehadiran Kusala Kampus menjadi momentum penting bagi fakultas untuk memperluas jejaring kolaborasi akademik di bidang literasi dan kebudayaan.

“Kampus adalah tempat gagasan diuji dan nilai-nilai kemanusiaan dipertajam. Sastra mengajarkan kita berpikir kritis sekaligus berempati. Melalui kegiatan ini, kami ingin mahasiswa memahami bahwa menulis dan membaca bukan hanya aktivitas intelektual, tetapi juga tindakan kebudayaan,” ujarnya.

Ia menambahkan, fakultas berkomitmen menjadikan kegiatan seperti Kusala Kampus sebagai bagian dari penguatan ekosistem literasi di perguruan tinggi.

“Kami ingin literasi di kampus tidak berhenti pada ruang kelas, tetapi hidup sebagai gerakan sosial. Sastra adalah cara kita menjaga martabat bahasa dan nurani bangsa,” katanya.

Sastra Menjaga Kewarasan Bangsa

Tokoh nasional dan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, yang membuka acara, menegaskan bahwa sastra berperan penting menjaga keseimbangan nilai kemanusiaan di tengah krisis global.

“Sastra menolak kekerasan dengan bahasa, menjawab kebohongan dengan makna, dan melawan kebencian dengan keindahan. Membangun budaya sastra bukanlah kegiatan romantik, melainkan tindakan strategis untuk menjaga kewarasan bangsa,” ujarnya.

Ia juga menyoroti tantangan dunia digital yang sering kali kehilangan kedalaman refleksi.

“Kita harus memastikan bahwa sastra tidak kalah oleh kecepatan media sosial. Selama kita masih mau menulis dan membaca dengan hati nurani, bangsa ini akan tetap berpikir dan berperasaan,” tambahnya.

Penandatanganan Implementation Agreement (IA)

Sebagai penutup kegiatan, dilaksanakan penandatanganan Implementation Agreement (IA) antara Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional dan Yayasan Richard Oh Kusala Indonesia. Kesepakatan ini menjadi dasar kerja sama berkelanjutan dalam bidang pengembangan literasi, kegiatan akademik, dan kolaborasi kebudayaan.

IA tersebut mencakup berbagai rencana implementatif, mulai dari penyelenggaraan kuliah umum, lokakarya penulisan kreatif, riset bersama tentang sastra kontemporer, hingga program magang dan publikasi kolaboratif.

“Kerja sama ini bukan sekadar seremoni, tetapi komitmen untuk membangun jejaring pengetahuan dan kebudayaan yang hidup. Kami ingin menjembatani dunia akademik dengan ruang kreatif sastra agar mahasiswa tidak hanya menjadi pembaca, tapi juga pelaku dan penggerak literasi bangsa,” ungkap Machdori.

Dengan semangat “Menyalakan Obor STA: Pemikiran, Pembaruan, dan Kebudayaan”, Kusala Kampus di Universitas Nasional menandai pertemuan antara tradisi literasi dan kolaborasi akademik menghidupkan kembali kesadaran bahwa sastra, ilmu, dan kerja sama adalah tiga pilar utama kemajuan kebudayaan Indonesia.(Sasindo/FBS)

Dokumentasi kegiatan; https://drive.google.com/drive/folders/1U7Cox7MAyr3No59dLcNdyCleTbPSLPqd